Jakarta, 11 September 2025 – Forum Diskusi Publik bertajuk “Berinternet Sehat” menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia, praktisi komunikasi Usman Kansong, serta akademisi Unika Atmajaya Yanto, Ph.D. Diskusi ini menekankan urgensi literasi digital, keamanan data, dan kesehatan mental di tengah pesatnya penetrasi internet di Indonesia.
Farah Puteri Nahlia mengungkapkan bahwa Indonesia kini menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Data APJII 2024 mencatat lebih dari 221 juta pengguna, atau 79,5% populasi. Namun, tingginya angka tersebut tidak diiringi literasi digital yang memadai. “Fenomena hoaks, ujaran kebencian, penipuan online, hingga perundungan siber masih menjadi tantangan serius. Berinternet sehat bukan hanya menghindari konten negatif, tetapi juga membangun budaya digital yang etis, aman, dan bermanfaat,” tegasnya.
Ia menyoroti pula ancaman keamanan digital. Sepanjang 2022–2023, lebih dari 35 kasus besar kebocoran data terjadi di Indonesia, sementara banyak masyarakat masih abai menggunakan kata sandi sederhana. Farah juga menekankan dampak internet terhadap kesehatan mental, khususnya pada generasi muda yang rentan mengalami FOMO, kecanduan media sosial, hingga perundungan daring.
Praktisi komunikasi Usman Kansong menambahkan, keresahan masyarakat terhadap risiko dunia digital semakin meningkat. Survei YouGov menunjukkan 81% orang tua khawatir anaknya terpapar konten tidak sesuai usia, 74% cemas terhadap kecanduan, dan 70% menyoroti dampak buruk bagi kesehatan mental. “Internet adalah ekosistem bersama. Jika salah satu pihak abai, kerentanan akan terbuka bagi semua,” ujarnya.
Ia mengapresiasi program Internet Sehat yang telah digagas ICT Watch sejak 2002, serta program Internet Sehat dan Aman (INSAN) dari Kementerian Kominfo yang mendorong etika dan literasi digital melalui berbagai media. Usman menegaskan empat pilar penting literasi digital: keterampilan (digital skills), etika (digital ethics), budaya (digital culture), dan keamanan (digital safety).
Sementara itu, Yanto, Ph.D., menyoroti fenomena sosial akibat berinternet tidak sehat, mulai dari gangguan fisik, kesehatan mental, hingga kasus peniruan perilaku berbahaya (copycat) dari konten digital. Ia juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak. “Literasi digital tidak bisa hanya soal keterampilan teknis. Kita perlu menanamkan kesadaran kritis, etika, dan pendampingan, terutama bagi anak dan remaja yang paling rentan,” jelasnya.
Forum ini menyimpulkan bahwa berinternet sehat adalah keterampilan hidup sekaligus tanggung jawab kolektif. Dengan menjaga etika, melindungi data pribadi, serta mendorong terciptanya konten positif, ruang digital Indonesia diharapkan dapat tumbuh menjadi ekosistem yang produktif, aman, dan memberdayakan masyarakat.