Dewan Komisaris PT Garam Dirombak, Dua Komisaris Diduga Rangkap Jabatan di Instansi Pemerintah

 

Matarakyat24.com Jakarta, 16 Juni 2025 -PT Garam (Persero) resmi melakukan pergantian jajaran Dewan Komisaris melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar baru-baru ini. Dalam rapat tersebut, tiga nama baru ditunjuk untuk mengisi posisi strategis di tubuh perusahaan BUMN sektor garam tersebut.

TB Haeru ditetapkan sebagai Komisaris Utama, menggantikan Sabar Wicaksono, sementara Maeril Koto ditunjuk sebagai Komisaris, dan Miftahul Huda sebagai Komisaris Independen. Mereka menggantikan jajaran sebelumnya yang terdiri dari Rizal Mustary dan Safi.

Langkah ini diklaim sebagai bagian dari penyegaran struktur organisasi perusahaan. Namun, pengangkatan dua nama sekaligus—TB Haeru dan Miftahul Huda—menuai sorotan tajam. Keduanya diduga masih menjabat sebagai pejabat aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang berpotensi menimbulkan pelanggaran aturan mengenai rangkap jabatan.

Penunjukan Haeru dan Huda memunculkan kekhawatiran soal pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan hukum yang melarang pegawai negeri sipil atau pejabat publik merangkap jabatan di lingkungan BUMN. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), disebutkan bahwa ASN dilarang merangkap jabatan, kecuali atas penugasan resmi dari pejabat berwenang. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 3 huruf c, yang menekankan perlunya menjaga integritas dan netralitas ASN.

Aturan ini diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang menyatakan bahwa PNS dilarang bekerja di luar instansi pemerintahan tanpa penugasan yang sah. Di sisi lain, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 33 ayat (1), menegaskan bahwa jabatan komisaris BUMN tidak boleh dirangkap oleh pihak yang memiliki kedudukan di lembaga pemerintahan jika itu menimbulkan benturan kepentingan.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT Garam, Kementerian BUMN, maupun dari instansi pemerintahan tempat TB Haeru dan Miftahul Huda sebelumnya menjabat. Ketidakjelasan ini menambah spekulasi publik dan menimbulkan tanda tanya besar terhadap mekanisme seleksi dan pengawasan pengangkatan komisaris di BUMN.

Sejumlah pengamat kebijakan publik juga angkat suara. Mereka menilai dugaan rangkap jabatan ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap pengisian jabatan di perusahaan milik negara, terutama yang menyangkut figur-figur yang masih memiliki ikatan struktural dengan birokrasi pemerintahan.

“Sebagai pejabat negara, maka pengangkatan ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administratif. Ini harus disikapi serius oleh Kementerian BUMN dan KemenPAN-RB,” ujar seorang pengamat kebijakan yang enggan disebutkan namanya.

Dorongan publik agar dilakukan audit jabatan terhadap Haeru dan Huda terus menguat. Kalangan masyarakat sipil mendesak agar pemerintah tidak membiarkan celah rangkap jabatan merusak tata kelola BUMN yang bersih, profesional, dan bebas dari konflik kepentingan.
Pengangkatan pejabat aktif sebagai komisaris BUMN, tanpa izin resmi, dinilai melanggar prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses reformasi birokrasi.

“BUMN harus menjadi contoh tata kelola yang profesional, bukan tempat untuk rangkap jabatan. Kalau ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk,” tambah pengamat tersebut.

Tuntutan Integritas dalam Tubuh PT Garam
Sebagai perusahaan negara yang memegang peran strategis dalam distribusi dan produksi garam nasional, PT Garam diharapkan dapat menunjukkan tata kelola yang bersih dan transparan. Pergantian dewan komisaris seharusnya menjadi momentum pembenahan internal, bukan memunculkan pertanyaan baru soal integritas dan konflik kepentingan. Apakah akan memverifikasi dan mengevaluasi ulang jabatan TB Haeru dan Miftahul Huda, atau membiarkan praktik rangkap jabatan ini terus berlangsung tanpa koreksi, Karena publik menduga adanya dugaan impor garam dari luar untuk ke Indonesia jelas itu mempersulit pertanian garam.

Benny, aktivis Jakarta, turut menyampaikan keprihatinannya.
“Saya melihat ini sebagai bentuk pembiaran terhadap praktik yang jelas-jelas melanggar semangat reformasi birokrasi. Negara tidak boleh kompromi terhadap pelanggaran aturan, apalagi jika menyangkut BUMN yang seharusnya menjadi contoh dalam akuntabilitas dan integritas publik. Kementerian BUMN dan KemenPAN-RB harus segera bertindak, bukan malah diam,” tegas Benny.

Menurut Benny, publik berhak tahu apakah jabatan yang diemban para pejabat tersebut sudah mendapatkan penugasan resmi atau tidak. “Keterbukaan informasi dan ketegasan regulasi menjadi kunci. Jangan sampai BUMN dijadikan tempat parkir jabatan yang hanya menambah beban negara, bukan manfaat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *